Saturday, June 10, 2006

Kolom Telematika
Open Source dan Proprietary, Ibarat Kopi

Merry Magdalena untuk Detik Com

Jakarta- Ada kesamaan antara komputer dan kopi. Keduanya sama-sama saya butuhkan pada setia hari kerja. Baik kopi maupun komputer awalnya saya pakai karena terpaksa, karena memang pekerjaan dan tubuh saya memerlukanya. Kelamaan saya jadi kecanduan.

Apalagi setelah saya mengenal Internet, berbagai aplikasi, juga beragam jenis kopi yang menarik untuk dicoba. Belakangan kebutuhan terhadap kopi dan komputer kian menignkat frekuensinya. Dari setiap hari kerja saja, menjadi setiap hari dan kini nyaris setiap waktu.

Komputer yang saya kenal pertama dulu bersistem operasi MS DOS yang dikembangkan Bill Gates dan timnya pada 1981. Sistem operasi dengan warna dasar hitam pekat itu memiliki perintah yang harus dihapalkan, lengkap dengan karakter seperti slash, dot, dan sejenisnya. Rumit memang jika dibandingkan dengan Windows yang kita kenal sekarang.

Tapi justru dengan keharusan menghapal rumus-rumus perintah itu, saya jadi merasa sedikit pintar sebab setidaknya jadi tahu bagaimana sebuah program berjalan tidak secara instant, melainkan harus melalui beberapa tahap.


Terbuka


Tak lama kemudian muncul sistem operasi Windows dengan segala kemudahannya. Bukan menyombong, walau gaptek begini saya mampu menjalankan Windows tanpa harus kursus dulu. Langsung pakai dengan modal belajar tanya teman sebelah meja. Menyenangkan sekali memakai sistem operasi yang juga buatan Om Bill dari Microsoft ini. Cukup klak klik sana sini sesuai dengan perintah.

Tidak ada rumus-rumus yang harus dihapal. Tampilannya juga sangat menyenangkan, didukung grafis menarik. Kabarnya sistem yang diciptakan tahun 1985 ini merupakan "jiplakan" tren grafis yang dirintis oleh Apple Macintosh dengan Graphical User Interfaces (GUI)-nya. Berarti Microsoft bukan yang pertama, hanya perusahaan itu memang pintar dalam mengembangkan ide pihak lain. Hari ini, IDC memperkirakan sebanyak 90 persen pengguna komputer dunia memakai Windows.

Tiga-empat tahun belakangan Windows mulai berkampanye tentang pentingnya memakai peranti lunak ilegal. Ditekankan bahwa memakai produk bajakan adalah dosa besar. Banyak publik yang baru sadar ternyata Windows yang mereka pakai adalah bajakan. Cukup dimaklumi mengingat orang awam tidak tahu bahwa Windows adalah sistem operasi proprietary, yakni berlisensi, punya hak properti yang harus dibayar oleh si penguna.

Lalu ada solusi untuk menggunakan sistem operasi Open Source, program yang bebas dikembangkan karena source code-nya bersifat terbuka. Sistem ini tidak membebankan biaya lisensi ke pengguna walau tetap memiliki hak cipta.

Selain Windows, ada sistem operasi proprietary lain, Mac OS X dari Apple. Namun karena tidak terlalu mengglobal seperti Windows, maka masalah lisensi Mac OS X tak terlalu dipermasalahkan. Belakangan saya mafhum bahwa Mac OS X berbasis UNIX yang notabene Open Source juga. Barangkali karena sifatnya yang terbuka maka Mac OS X sulit dibajak.

Karena penasaran, beberapa tahun lalu saya mencoba Linux Mandrake. Ternyata tidak sesulit isunya. Linux sudah didukung GUI yang mirip Windows walau tidak hebat-hebat amat. "Tapi itu khusus buat user biasa, buat programmer atau pengembang Linux ada partisi khusus yang tidak pakai GUI. Ingat DOS? Nah, seperti itulah menjalankannya," ungkap seorang pakar Linux. Tidak pakai klak klik mouse, melainkan 100 persen keyboard.

"Memangnya pernah lihat ada hacker yang pakai mouse?" (Hacker yang saya maksud di sini adalah orang yang hobi ngoprek program komputer, bukan pemahaman salah lain yang beredar di publik.)

Empat tahun lalu, saya juga baru paham bahwa Open Source seperti Linux, Free BSD dan sejenisnya dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan penggunanya. Jangan heran kalau di komunitas Open Source ada beragam tawaran aplikasi dengan nama aneh-aneh seperti Ubuntu, BlankOn, dan macam-macam.

Hari ini, sistem operasi Open Source dan Propreitary mulai dipakai secara berdampingan. Iklan di sebuah grosir waralaba: PC Murah Zyrex, 3,3 juta dengan Windows XP, 2,2 juta dengan Linux.

Saya jadi kembali teringat pada kopi. Kopi instant harganya lebih mahal dari kopi tubruk. Keduanya memiliki kekhasan masing-masing. Kopi instant kemasan sachet bisa langsung dituang ke cangkir, diaduk dengan air panas, lalu diteguk. Tak perlu menyaring, mengukur takaran dan menambah gula.

Kopi tubruk lebih rumit sedikit penyajianya, namun di sisi lain justru lebih disuka karena si penikmat dapat membuatnya sesuai selera. Mau disaring atau tidak, ditambah gula sesendok atau sepuluh sendok, bebas saja. Harga kopi instant lebih mahal karena pembeli harus membayar kemudahan yang diciptakan. Sedangkan kopi tubruk, tidak.


Berdampingan


Barangkali ilustrasi kopi dan komputer ini dapat menjelaskan secara harfiah dalam bahasa paling membumi untuk dipahami awam. Sebab jika kita bertemu sembarang orang di jalan lantas bertanya padanya "Apa itu Open Source?", maka dapat dipastikan ia hanya terbengong-bengong tidak tahu.

Ini juga usaha untuk mencegah terjadinya salah paham pada pembeli komputer awam yang tergoda untuk membeli komputer dengan harga lebih murah padahal merk dagangnya sama. PC Zyrex dengan system operasi Linux jelas jauh lebih murah ketimbang Zyrex dengan Windows sebab Linux tidak membebani biaya lisensi. Semoga saja pembeli tidak dibingungkan ketika berhadapan dengan sistem operasi yang berbeda dengan yang dikenalnya di kantor.

Hmm, saya jadi ingat ucapan seorang Kusmayanto Kadiman alias KK. "Kita tidak ingin anak-anak kita kelak hanya memahami satu system operasi saja. Ketika berhadapan dengan sistem operasi lain, mereka hanya terbengong-bengong tidak paham." Ujaran Sang Menteri tersebut dapat saya terjemahkan, "Kita tidak ingin ada orang mules perutnya saat meneguk kopi tubruk karena sudah terbiasa minum kopi instant, begitu juga sebaliknya."

Memang sudah saatnya Open Source dan Proprietary berdampingan serupa kopi tubruk dan kopi instant.

About Me

My photo
Journalist, writer, blogger, dreamer, traveller. Winner of some journalist awards (yuck!), a ghostwriter of some techie books.